Kamis, 18 Oktober 2012

PERNALARAN DEDUKTIF


PERNALARAN DEDUKTIF
PERNALARAN
Pernalaran adalah sistem berpikir manusia dengan menghubungkan data-data fakta yang ada menjadi suatu simpulan.  Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang disebut menalar.  Ada dua jenis metode dalam menalar yaitu deduktif dan induktif.  Pada kesempatan ini, penulis hanya membahas tentang pernalaran deduktif.
PERNALARAN DEDUKTIF
Penalaran deduktif merupakan suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.  Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
Penarikan simpulan dalam pernalaran deduktif dibagi menjadi dua, yaitu:
1.    Penarikan Simpulan Langsung
Penarikan simpulan secara langsung adalah penarikan simpulan yang ditarik dari satu premis. Premis yaitu proposisi tempat menarik simpulan.

·         Semua S adalah P. (premis)
Sebagian P adalah S. (simpulan)
Contoh: Semua sepeda mempunyai roda. (premis)
              Sebagian yang mempunyai roda adalah sepeda. (simpulan)
  • Semua S adalah P. (premis)
Tidak satupun S adalah tidak P. (simpulan)
Contoh: Semua pistol adalah senjata berbahaya. (premis)
  Tidak satu pun pistol adalah senjata tidak berbahaya. (simpulan)
  • Tidak satupun S adalah P. (premis)
Semua S adalah tidak P. (simpulan)
Contoh: Tidak seekor pun macan adalah kangguru. (premis)
               Semua macan adalah bukan kangguru. (simpulan)
  • Semua S adalah P. (premis)
Tidak satupun S adalah tidak P. (simpulan)
Tidak satupun tidak P adalah S. (simpulan)
Contoh: Semua ikan adalah berinsang. (premis)
              Tidak satu pun ikan adalah tidak berinsang. (simpulan)
  Tidak satupun yang tak berinsang adalah ikan. (simpulan)
2.    Penarikan Simpulan Tidak Langsung
Penarikan simpulan secara tidak langsung diperlukan premis yang bersifat umum dan khusus.
Jenis pernalaran deduksi dengan penarikan simpulan tidak langsung, yaitu:
1.    Silogisme Kategorial
Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi. Hipotesis kondisional yaitu bila premis minornya membenarkan anteseden, simpulannya membenarkan konsekuen.
Contoh:
  • Premis Mayor: Tidak ada manusia yang abadi.
  • Premis Minor: Adam adalah manusia.
  • Simpulan: Adam tidak abadi.
Kaidah-kaidah dalam silogisme kategorial, meliputi:
  1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu term mayor, term minor, dan term penengah.
  2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan simpulan.
  3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
  4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
  5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
  6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
  7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus.
  8. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.
2.    Silogisme Hipotesis
Silogisme yang terdiri atas premis mayor yang berproposisi hipotesis kondisional. Ada tiga macam tipe silogisme hipotesis, antara lain:
  1. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian anteseden, seperti:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
  1. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengakui bagian konsekuennya, seperti:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
  1. Silogisme hipotesis yang premis minornya mengingkari anteseden, seperti:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul. Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa, jadi kegelisahan tidak akan timbul.
Silogisme hipotetis yang premis minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah. Pihak penguasa tidak gelisah, jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.
Bila anteseden kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B, maka hukum silogisme hipotetisnya adalah sebagai berikut:
1) Bila A terlaksana maka B juga terlaksana.
2) Bila A tidak terlaksana maka B tidak terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak terlaksana.
Contoh:
  • Premis Mayor: Jika tidak turun hujan, maka panen akan gagal
Premis Minor: Hujan tidak turun
Konklusi: Sebab itu panen akan gagal.
  • Premis Mayor: Jika tidak ada air, manusia akan kehausan.
Premis Minor: Air tidak ada.
Kesimpulan: Manusia akan kehausan.
3.    Silogisme Alternatif
Silogisme yang terdiri atas premis mayor berupa proposisi alternatif. Silogisme ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme disyungtif dalam arti luas.
Silogisme disyungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
  • la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
Jadi, la bukan tidak lulus.
Silogisme disyungtif dalam arti luas premis mayorya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
  • Lavitz di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi, di pasar.
Silogisme disyungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
  1. Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain.
  2. Premis minor mengakui salah satu alternatif, simpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain.
Kaidah-kaidah silogisme alternatif, meliputi:
1)      Silogisme disyungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
2)      Silogisme disyungtif dalam arti luas, kebenarannya adalah sebagai berikut:
a.       Bila premis minor mengakui salah satu alternatif konklusinya sah (benar).
Contoh:
·         Rizki menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi bukan pelaut.
·         Rizki menjadi guru atau pelaut.
la adalah pelaut.
Jadi bukan guru.
b.      Bila premis minor mengingkari salah satu alternatif konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
·         Penjahat itu lari ke Surabaya atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Surabaya. (Bisa jadi ia lari ke kota lain)
·         Rifki menjadi guru atau pelaut.
Ternyata ia bukan pelaut.
Jadi ia guru. (Bisa jadi ia seorang pedagang)
4.    Entimen
Silogisme ini jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam tulisan maupun lisan. Yang dikemukakan hanya premis minor dan simpulan.
Rumus entimen sekaligus contohnya:
PU (premis umum): Semua A = B: Pegawai yang baik tidak pernah datang terlambat.
PK (premis khusus): Nyoman pegawai yang baik.
S: Nyoman tidak pernah datang terlambat.
Entimen: Nyoman tidak pernah datang terlambat karena ia pegawai yang baik.


Referensi:
http://cahyanuaink.blogspot.com/2012/03/penalaran-deduktif.html
http://fardhinisabila.blogspot.com/2012/03/penalaran-deduktif.html
http://fredypurbayadhyfha.wordpress.com/2012/05/04/penalaran-deduktif/
http://id.wikipedia.org/wiki/Penalaran